Hai..hai..hai udah lama
gue nggak nge post.oke,di postingan kali gue ini gue mau coba bikin
cerpen.Cuma coba-coba sih,tapi semoga lo semua suka dan semoga gue bisa jadipenulis. Amin.
Simak yaa.......
HEY!
Namaku Ananda Dira,aku punya temen dan nggak tau kenapa aku bisa punya rasa sama dia.
Saat aku tersadar kesempatanku nggak lagi banyak untuk mengungkapkannya. aku semakin nggak ingin terbuang begitu aja.
Bayangkan aja dia yang sebenarnya nggak memberiku harapan seolah-olah aku merasa diberinya harapan.
Langkahnya yang nggak lagi asing buatku,gerak-geriknya yang nggak lagi
biasa buatku,dan senyumnya yang nggak lagi seolah biasa untukku. aku
mengaguminya.
Entah dari mana aku harus memulai,aku nggak pernah menyangka sejauh ini
aku terjatuh. terjatuh dalam perasaan cinta yang nggak seharusnya
kurasakan karena dia, temanku sendiri.
Semakin aku menutupinya, semakin dia tau gerak-gerik perasaanku
terhadapnya yang mungkin dia nggak suka hal itu. aku menyadarinya.
2 tahun aku bersembunyi di balik perasaan yang entah di sebut apa
namanya,nggak satupun seseorang menyadarinya bahkan aku sendiri nggak
pernah menyadarinya.
Dia, pria berbadan tinggi dan memiliki senyum manis sebut aja
Dirga.
Di penghujung waktu yang mungkin akan jarang kujumpai lagi sosok
sepertimu, aku ingin menyerah aku ingin kembali seperti awal, awal aku ngga pernah menyukaimu. hanya itu.
Aku hampir lupa hal yang pertama kali membuatku jatuh cinta padanya,
aku juga hampir lupa berapa banyak kalimat demi merangkai percakapan
sepatah demi sepatah hingga aku dan kamu saling kenal dan menjadi teman.
Aku : “fi, salah nggak sih kalau gue suka sama temen sendiri?”
Rifi : “nggak ada yang salah, itu artinya normal”
Aku : “terus salah nggak sih kalau dia nggak suka sama kita tapi kita tetep suka?”
Rifi : “hah… susah banget pertanyaannya”
Akupun mengembuskan napasku.
“emang lo lagi suka sama siapa?”, tanya rifi.
“ada… seseorang yang nggak pernah gue duga, dia deket banget sama kita” jawabku
“siapa sih? kayanya gue tau” tanya rifi.
“hahaha!”, aku tertawa sangat keras.
Rifi hanya terbengong melihat dira yang tertawa sendiri kemudian
tertawa tanpa sebab.
Hari demi hari kulalui, namun nggak satu pun hal yang membuatku untuk
berhenti menyukainya. Sosok nya dihadapanku tetap menjadi juara di
mataku.
—
Aku berjalan pulang ke arah gerbang sekolah, kudapati sosoknya sedang
melakukan hal yang sama. Dia sendirian, aku bersama kedua temanku.
Tepat hari ini, tanggal 9 dia ulang tahun. Mereka menyambut tangannya,
aku tertinggal di belakang sengaja kuperlahankan langkahku.
“happy birthday ya”, sapaku.
Dia balas dengan senyum, sama sekali nggak membalas ucapanku kemudian dia ngobrol dengan temanku.
Ah andaikan aku nggak secanggung ini, pasti aku juga udah ikut ngobrol.
Diam, diam, dan diam aku hanya diam tanpa kata.
Yang kutau,selama ini dia lagi sayang-sayangnya sama orang lain yang mungkin nggak berhak kucemburui.
dia cantik, berbeda denganku. Dia juga nggak jauh adalah seorang teman dekatku sendiri,
Fizha.
Entah udah beberapa kali aku melihat mereka bersama. Tapi… ah udahlah
mungkin aku harus ikhlas kalau cinta ini jalan sendirinya dibagianku
tanpa berjalan juga dibagiannya.
Rifi : “gawat, kayaknya dia tau lo suka sama dia dir”
Aku : “ah yang bener? darimana bisa? lo yang kasih tau ke dia?”
Rifi : “bukan. Dia ngerasa sendiri, ternyata selama ini dia peka!”
Aku : “jangan buat takut lah fi”
Rifi : “gue seriusan. Makanya kalau suka jangan terlalu keliatan”
Aku : “terus terus dia bilang apa?”
Rifi : “dia bilang kalau sikap lo ke dia itu berubah nggak seperti biasanya,awalnya dia mastiin apakah orang yang suka sama dia itu lo,dia tanya ke gue.gue nggak
jawab terus dia nebak-nebak sepanjang kita ngobrol dan akhirnya… dia tau
sendiri”
Aku : “sial, malu banget”
Rifi : “udah deh,lo pendem aja baik-baik isi hati lo”
Aku hanya terdiam mendengar rifi bercerita. Entah sikap apa yang harus kuperbuat jika bertemu dengannya.
—
Rifi : “lo nggak ngerasa dia beda sama lo?”
Aku : “ya enggak lah, emang kenapa?”
Rifi : “hmm nggak papa, kayanya dia juga suka tuh sama lo. sabar aja ya”
Aku : “please fi, jangan buat gue semakin berharap. lo kan tau siapa cewek yang bener-bener dicintainya saat ini”
Lagi-lagi Rifi membuat Dira gagal move on. Nggak yakin sama apa yang baru Rifi katakan, Dira pun mengalihkan pembicaraannya. Padahal hatinya
sedang mengebu-ngebu seperti abu yang beterbangan dan dia lupa kalau dia
sudah hancur banget.
Hari demi hari kulewati, menit dan waktu saling mengejar. Tapi aku
masih sama,sama seperti dulu nggak pernah berubah posisi. selalu begini,
selalu berharap.
Nggak ada gunanya kalau harus disesali, mungkin dia salah. salah menilai
perasaanku yang dia anggap baik-baik aja.
Hey masihkah kamu nggak melihat
sakitnya berprilaku dalam kepura-puraan?
Kamu bercerita tentang dia yang mungkin nggak pernah mencintaimu, kamu
bercerita seolah nggak ada yang tersakiti, dan kamu tertawa seolah nggak ada
yang menangis.
Akhir yang kusesali adalah aku telah menyalahgunakan perasaanku,
seharusnya aku bisa tahan memendam daripada akhirnya dia tau sendiri
kemudian perlahan dia menjauhiku.
Dalam malam aku mengingatmu, dalam waktu aku mengejarmu, dalam lamunan
aku memikirkanmu, tapi dalam tangis aku berhenti berharap.
Seiring berjalannya waktu di tempat yang sama, di situasi yang sama, di
keadaan yang sama kamu tertawa di depan orang yang bener-bener kesakitan
dalam tingkahmu, tapi orang itu nggak pernah menganggapmu suatu yang
menyebalkan. kamu tetap yang ter-otak di fikirannya.
Perbincangan antara aku dan kamu selalu biasa saja, biasa dalam arti ada
satu orang antara aku dan kamu yang nggak biasa-biasa aja.
Kita emang nggak pernah menjelaskan perasaan masing-masing, padahal aku ingin mengungkapkan semuanya demi kelegaan.
Entah udah berapa banyak telinga yang aku korbankan untuk mendengar
orang-orang yang bilang “dia cintanya sama si itu, dari dulu nggak pernah
berubah”.
—
“eh, eh tadi malem si dirga nembak aku”, fizha memulai cerita di antara kami.
Jleeeb, sumpah aku kaget sekaligus nyesek.
“hah… iya? terus gimana ceritanya?”, balas dira dengan berusaha menutupi sedihnya.
“ya gitulah, dia bilang dia nggak bisa jauh dari aku” jawab Fizha
Bisu, buta, lumpuh seperti itulah saat itu posisiku. Bisu nggak tau akan
merespon apa, buta nggak tau harus melihatnya dengan senyum atau amarah,
dan lumpuh nggak tau harus bertindak seperti apa. aku nggak punya hak untuk
itu semua.
Rifi yang tadinya ada disampingku, mengelus-elus pundakku dari belakang
tanpa sepengetahuan fizha yang nggak pernah tau apa yang terjadi pada
perasaanku, hancur atau apalah yang namanya menyakitkan.
Tanpa isyarat apapun aku meninggalkan mereka, mencari sebuah cerita yang lebih menyenagkan.
Ada kalanya seseorang berhenti bertahan dalam tangisnya, dan ada kalanya seseorang itu berhenti menahan emosinya.
Seribu kata kurangkai, seribu bahasa ku ucap, dan satu kebohongan ku sebar bahwa aku nggak mencintaimu.
Punya mata untuk melihat, punya telinga untuk mendengar, punya hati
untuk merasakan, punya hak untuk merasakan cinta tapi nggak punya hak
untuk cemburu. Itulah cinta diam-diam.
Hey Kutahan apa yang bisa kutahan, kubiarkan apa yang bisa kubiarkan. Sebebas mungkin, silahkan kamu memilih cinta yang kamu suka.
Biarkan sapaan hangat mu ku anggap menjadi sapaan antara aku dan kamu
adalah teman. Nggak saling memiliki perasaan yang sama, hanya aku aja
yang memiliki perasaan berbeda.
Demi waktu dan menit yang saling mengejar, demi waktu dan menit yang nggak mungkin berhenti, aku berhenti di atas semua rasaku.
Tamat -